semester 6
cara media memanipulasi informasi
Framing adalah cara bagaimana media memanipulasi informasi, baik dalam
televisi, radio, media cetak maupun media online, hal inilah yang
dmenggendong anak kecil, ditambah dengan nuansa musik yang damai.
Sedangkan calon gubernur B selalu diberitakan media tidak sebaik calon
gubernur A, seperti tentang ia salah bicara, joget-joget dalam pesta
atau sedang berada diatas mobil mewah. Seperti contoh-contoh sebelumnya,
berita ini tidak bohong, namun media sedang melakukan framing, dengan
cara menyeleksi informasi untuk membentuk
persepsi bagi pembaca, pendengar atau permisa sesuai dengan keinginan media.
Dari sekian banyak contoh framing media yang dapat kita lihat secara jelas, ditambah
dengan penjelasan dari metode-metode framing diatas, ini menunjukan kita sebagai pembaca, pendengar atau pemirsa harus lebih selektif dalam menyerap informasi dari berita yang disajikan oleh media, tidak langsung percaya begitu saja oleh satu berita, karna bisa saja persepsi kita terbawa sesuai dengan tujuan framing media. Maka jadilah pemirsa yang cermat dan kritis.ibahas dalam video tersebut. Karena meskipun secara teknis prinsip jurnalistik dan kode etik dipatuhi dalam memproduksi berita, bukan berarti informasi yang disajikan media tersebut dapat sepenuhnya dipercaya. Media dalam menyajikan berita memiliki strategi lain, yang dimana strategi tersebut untuk menggiring opini para pembaca, pendengar atau pemirsa, yaitu dengan cara melakukan pembingkaian atau framing. Framing adalah salah satu cara media menyampaikan berita yang dikemas sedemikian rupa bagi khalayak, framing tidak berbohong, namun memcoba membelokan fakta secara halus melalui penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi atau gambar, hingga meniadakan informasi yang seharusnya disampaikan. Tujuan dari framing sendiri adalah untuk membingkai suatu informasi agar lahir citra, kesan atau makna tertentu yang diinginkan oleh media. Metode-metode dalam membingkai atau framing informasi adalah :
1. Cover Both Sides (Prinsip Keberimbangan)
Porsi bicara tidak berimbang atau tidak tepat, yaitu apabila satu pihak diberi ruang maka pihak lain juga harus diberi ruang, tapi kesempatan atau waktu itupun tidak harus sama, contoh apabila wawancara dengan pihak si A berjalan selama satu menit, bukan berarti wawancara dengan pihak si B sama dengan waktu pihak si A selama
satu menit. Utamanya adalah informasi yang didapat dari berbagai pihak sudah cukup diberi ruang secara proporsional dan substansinya sudah tersampaikan. Meskipun prinsip Keberimbangan (Cover Both Sides) sudah diterapkan, media kerap memberi bingkai atau framing kepada salah satu pihak, seperti mengutip pendapat ala kadarnya, mengutip bagian yang tidak menjawab persoalan, bahkan tidak jarang media hanya mengutip penjelasan yang konyol sekadar untuk dijadikan olok-olokan agar terlihat pihak tersebut semakin bersalah. Secara formal kode etik memang ditaati, namun isinya dikemas sedemikian rupa agar isinya tidak merugikan bagi
semua pihak.
2. Berita Sesuai Fakta Namun Dibungkus Menggunakan Sudut Pandang Tertentu
Hal ini adalah cara lain media dalam melakukan framing. Dengan teknik ini fakta yang ada dipilih dan dipilah oleh media untuk membentuk kesan tertentu, misalnya berita tentang calon presiden A yang menang di TPS Penjara Khusus Koruptor, atau berita tentang calon presiden B yang menang di TPS Tempat Prostitusi. Berita tersebut bias saja tidak bohong, namun media sedang melakukan framing dengan maksud membentuk persepsi atau kesan tertentu mengenai seseorang yang
diberitakan. Berita framing lain bias dilihat dari berita tentang demo buruh hanya di tulis “Sampah Sisa Demo Menggunung, Tanggung Jawab Siapa?” atau tuntutan liburan ke Bali, “Buruh Menuntut Liburan ke Bali” isi tuntutannya sendiri kerap kali tidak terliput, dalam hal ini media sedang melakukan framing bahwa tuntutan buruh
mengada-ada.
3. Penggunaan Kata Sifat Bernada Positif atau Negatif
Media tidak mendeskripsikan peristiwa atau perilaku seseorang, tapi media menilainya. Penilaian ini dilakukan oleh Redaksi, bukan mengutip pendapat seseorang. Caranya adalah dengan menggunakan berbagai kata sifat seperti, tegas, ragu-ragu, lembek, jujur dan lain sebagainya. Contoh walikota X menolak izin
pendirian mall baru, media malah memberitakan walikota X adalah orang yang tegas. Contoh lain framing dengan menggunakan kata sifat misalnya “Pejabat itu Jujur” “Pengusaha itu Culas”, kata sifat tidak memiliki ukurang yang bias diterima semua orang, penggunaannya cenderung subyektif dari media atau wartawan. Idealnya
adalah dengan memberi pembuktian dengan mendeskripsikan kejujuran atau keculasan seseorang melalui peristiwa, testimony orang, data atau prestasi kerjanya.
4. Menyeleksi Gambar dan Menyematkan Musik
Dengan gambar dan musik tertentu, seseorang dapat dikesankan galak, lugu, bodoh, berani dan lain sebagainya. Misalnya dalam sebuah pilkada kemunculan calon gubernur A selalu diberitakan media tentang ia sedang bekerja, memimpin rakyat danmenggendong anak kecil, ditambah dengan nuansa musik yang damai. Sedangkan
calon gubernur B selalu diberitakan media tidak sebaik calon gubernur A, seperti tentang ia salah bicara, joget-joget dalam pesta atau sedang berada diatas mobil mewah. Seperti contoh-contoh sebelumnya, berita ini tidak bohong, namun media sedang melakukan framing, dengan cara menyeleksi informasi untuk membentuk
persepsi bagi pembaca, pendengar atau permisa sesuai dengan keinginan media.
Dari sekian banyak contoh framing media yang dapat kita lihat secara jelas, ditambah
dengan penjelasan dari metode-metode framing diatas, ini menunjukan kita sebagai pembaca,
pendengar atau pemirsa harus lebih selektif dalam menyerap informasi dari berita yang disajikan
oleh media, tidak langsung percaya begitu saja oleh satu berita, karna bisa saja persepsi kita
persepsi bagi pembaca, pendengar atau permisa sesuai dengan keinginan media.
Dari sekian banyak contoh framing media yang dapat kita lihat secara jelas, ditambah
dengan penjelasan dari metode-metode framing diatas, ini menunjukan kita sebagai pembaca, pendengar atau pemirsa harus lebih selektif dalam menyerap informasi dari berita yang disajikan oleh media, tidak langsung percaya begitu saja oleh satu berita, karna bisa saja persepsi kita terbawa sesuai dengan tujuan framing media. Maka jadilah pemirsa yang cermat dan kritis.ibahas dalam video tersebut. Karena meskipun secara teknis prinsip jurnalistik dan kode etik dipatuhi dalam memproduksi berita, bukan berarti informasi yang disajikan media tersebut dapat sepenuhnya dipercaya. Media dalam menyajikan berita memiliki strategi lain, yang dimana strategi tersebut untuk menggiring opini para pembaca, pendengar atau pemirsa, yaitu dengan cara melakukan pembingkaian atau framing. Framing adalah salah satu cara media menyampaikan berita yang dikemas sedemikian rupa bagi khalayak, framing tidak berbohong, namun memcoba membelokan fakta secara halus melalui penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi atau gambar, hingga meniadakan informasi yang seharusnya disampaikan. Tujuan dari framing sendiri adalah untuk membingkai suatu informasi agar lahir citra, kesan atau makna tertentu yang diinginkan oleh media. Metode-metode dalam membingkai atau framing informasi adalah :
1. Cover Both Sides (Prinsip Keberimbangan)
Porsi bicara tidak berimbang atau tidak tepat, yaitu apabila satu pihak diberi ruang maka pihak lain juga harus diberi ruang, tapi kesempatan atau waktu itupun tidak harus sama, contoh apabila wawancara dengan pihak si A berjalan selama satu menit, bukan berarti wawancara dengan pihak si B sama dengan waktu pihak si A selama
satu menit. Utamanya adalah informasi yang didapat dari berbagai pihak sudah cukup diberi ruang secara proporsional dan substansinya sudah tersampaikan. Meskipun prinsip Keberimbangan (Cover Both Sides) sudah diterapkan, media kerap memberi bingkai atau framing kepada salah satu pihak, seperti mengutip pendapat ala kadarnya, mengutip bagian yang tidak menjawab persoalan, bahkan tidak jarang media hanya mengutip penjelasan yang konyol sekadar untuk dijadikan olok-olokan agar terlihat pihak tersebut semakin bersalah. Secara formal kode etik memang ditaati, namun isinya dikemas sedemikian rupa agar isinya tidak merugikan bagi
semua pihak.
2. Berita Sesuai Fakta Namun Dibungkus Menggunakan Sudut Pandang Tertentu
Hal ini adalah cara lain media dalam melakukan framing. Dengan teknik ini fakta yang ada dipilih dan dipilah oleh media untuk membentuk kesan tertentu, misalnya berita tentang calon presiden A yang menang di TPS Penjara Khusus Koruptor, atau berita tentang calon presiden B yang menang di TPS Tempat Prostitusi. Berita tersebut bias saja tidak bohong, namun media sedang melakukan framing dengan maksud membentuk persepsi atau kesan tertentu mengenai seseorang yang
diberitakan. Berita framing lain bias dilihat dari berita tentang demo buruh hanya di tulis “Sampah Sisa Demo Menggunung, Tanggung Jawab Siapa?” atau tuntutan liburan ke Bali, “Buruh Menuntut Liburan ke Bali” isi tuntutannya sendiri kerap kali tidak terliput, dalam hal ini media sedang melakukan framing bahwa tuntutan buruh
mengada-ada.
3. Penggunaan Kata Sifat Bernada Positif atau Negatif
Media tidak mendeskripsikan peristiwa atau perilaku seseorang, tapi media menilainya. Penilaian ini dilakukan oleh Redaksi, bukan mengutip pendapat seseorang. Caranya adalah dengan menggunakan berbagai kata sifat seperti, tegas, ragu-ragu, lembek, jujur dan lain sebagainya. Contoh walikota X menolak izin
pendirian mall baru, media malah memberitakan walikota X adalah orang yang tegas. Contoh lain framing dengan menggunakan kata sifat misalnya “Pejabat itu Jujur” “Pengusaha itu Culas”, kata sifat tidak memiliki ukurang yang bias diterima semua orang, penggunaannya cenderung subyektif dari media atau wartawan. Idealnya
adalah dengan memberi pembuktian dengan mendeskripsikan kejujuran atau keculasan seseorang melalui peristiwa, testimony orang, data atau prestasi kerjanya.
4. Menyeleksi Gambar dan Menyematkan Musik
Dengan gambar dan musik tertentu, seseorang dapat dikesankan galak, lugu, bodoh, berani dan lain sebagainya. Misalnya dalam sebuah pilkada kemunculan calon gubernur A selalu diberitakan media tentang ia sedang bekerja, memimpin rakyat danmenggendong anak kecil, ditambah dengan nuansa musik yang damai. Sedangkan
calon gubernur B selalu diberitakan media tidak sebaik calon gubernur A, seperti tentang ia salah bicara, joget-joget dalam pesta atau sedang berada diatas mobil mewah. Seperti contoh-contoh sebelumnya, berita ini tidak bohong, namun media sedang melakukan framing, dengan cara menyeleksi informasi untuk membentuk
persepsi bagi pembaca, pendengar atau permisa sesuai dengan keinginan media.
Dari sekian banyak contoh framing media yang dapat kita lihat secara jelas, ditambah
dengan penjelasan dari metode-metode framing diatas, ini menunjukan kita sebagai pembaca,
pendengar atau pemirsa harus lebih selektif dalam menyerap informasi dari berita yang disajikan
oleh media, tidak langsung percaya begitu saja oleh satu berita, karna bisa saja persepsi kita
terbawa sesuai dengan tujuan framing media. Maka jadilah pemirsa yang cermat dan kritis.