Rabu, 22 Januari 2014

Cerpen (Pahlawan kecilku)

Cerpen (pahlawan kecilku)
Matahari mulai menampakan sinarnya.. Rembulan hilang pergi atas kehendakNya… Semilir angin pagi pun membangunkanku
dari lelapnya tidur yang membuat badanku berhenti sejenak dari berbagai aktivitas yang telah aku lakukan sepanjang hari menjelang… Jendela kamar yang terbuka seakan mengundang sayup-sayup angin pagi lengkap dengan kicauan burung yang sesekali hinggap dan terbang di atas genting kamarku.
Pemikiranku hilang melayang terbang, entah apa yang akan aku gapai di keheningan pagi yang membuat mataku sudah tak ingin terpejam kembali, namun badanku yang lelah ini seakan berat untuk aku beranjak dari tempat tidurku…
Di sebrang balkon kamarku, aku melihat ada seorang anak kecil yang mungkin akan menginjak remaja, duduk termenung sendiri di balkon jendela kamarnya, yang ku lihat saat itu raut wajahnya memancarkan kesedihan yang teramat dalam, tak ada satu titik pun cahaya kegembiraan yang terlukis dalam wajahnya, entah musibah apa yang telah menimpa dia.
Matahari tepat berada di atas kepala, itu menandakan bahwa hari menjelang siang. Seharian aku hanya diam duduk di kamar dengan melihat seorang anak remaja itu. Sesekali aku melamun tak sadar akan keadaan yang ada di sekelilingku, tapi sesekali akupun mendengar keadaan di koridor rumahku yang letaknya tidak jauh dari ruang kamar tidurku. Yang ku dengar hanya bisikan dan hentakan kaki saja, entah apa yang sedang orang lakukan di koridor sana.
Tak terasa malam menyambutku kembali dengan angin dan keheningannya, bintang-bintang berkelipan menghiasi langit dan menemani sang rembulan yang tak pernah lelah menerangi dunia saat malam tiba, Suara-suara binatang pun tidak mau ketinggalan jadwalnya untuk melengkapi suasana. Dan saat ini malamku terasa lengkap meski tak ada yang menemaniku seperti waktu dulu.
Seseorang yang menurutku sempurna di mataku saat itu. Aman, nyaman, susah, dan bahagia aku lakukan dengannya. Tapi sekarang aku mulai menjalani hidupku sendiri tanpanya, karena takdir dan waktulah yang telah menyatukan dan memisahkan kita berdua.
Aku duduk di kursi taman rumahku, langit hitam, sinar rembulan, dan kerlip bintang aku tatap dengan penuh kepastian dalam hatiku. Dalam benak dan pikiranku, yang terlintas hanya dirinya, keadaannya, dan kisah-kisah tentangnya. Beribu pertanyaan aku lontarkan namun tak kunjung ada jawaban sedikit pun.
Rasanya aku ingin Berteriak sekeras mungkin hingga dia mendengar nya, asik dengan lamunanku, tak sadar di sampingku tiba-tiba ada seorang anak remaja menghampiriku dengan mata yang berbinar dan senyuman tulus. Aku sontak kaget dan aku terus menatapnya, dia duduk di sampingku dan bertanya. “kakak sedang sedih yah memikirkan masa lalu kakak?” aku semakin heran dalam hatiku aku bertanya kenapa dia bisa tau tentang semua itu. “kakak tak perlu sedih, coba kaka berfikir. Apakah di dunia ini hanya ada dia saja seorang? dia mungkin bisa membuat kakak bahagia di waktu itu, tapi sekarang kakak malah merasakan sakit yang begitu menyiksa, dengan perbandingan yang begitu signifikan di antara kedua hal itu”. Aku tambah kaget dengan semua yang ia katakan. kata-kata itu begitu membentur buatku, dengan usia yang jauh lebih muda dariku tapi pikirannya sudah begitu dewasa.
“perbandingan yang signifikan bagaimana maksudnya?” aku mencoba bertanya dengan penuh rasa heran.
“coba kakak pikirkan dan renungkan kembali karena kakak yang merasakannya sendiri”. Tiba-tiba anak itu langsung pergi begitu saja, meninggalkan beribu pertanyaan butku.
Aku mencoba merenungkannya, dan baru aku terpikir perbandingan yang signifikan yang dimaksud oleh anak itu adalah ketika rasa bahagia dan sakit yang telah ia berikan kepadaku ternyata lebih banyak kecewa dan sakit hati yang aku rasakan saat ini..
Aku semakin penasaran pada anak itu, ku lihat lewat jendela kamarku ke arah balkon kamarnya, namun tak nampak seorang pun berada disana. Aku beranjak pergi ke luar rumahku, ternyata di taman sebelah rumahku ada anak itu sedang duduk sendiri, aku coba menghampirinya, “de lagi apa disini sendiran?”
“eh kakak, aku ingin menikmati kembali indahnya dunia lewat taman ini” sambil tersenyum dengan manisnya.
“oh iya, kakak sudah tahu jawaban dari pertanyaanku kan?”
“iya de, kakak udah ngerti dengan semuanya, kata-katamu itu yang membut kakak sadar dan berfikir tentang semua hal yang kakak jalani, awalnya kakak tak pernah sedikitpun untuk berfikir sejauh itu.” jawabku tegas.
“Syukurlah jadi sekarang jangan kakak habiskan waktu kakak dengan ketidakpastian yang sia-sia, Tuhan akan memberikan yang lebih baik dari ini. Jika menurut kakak selama ini dia adalah seseorang yang terbaik dan dia sekarang pergi meninggalkan kakak sendiri, pasti Tuhan akan memberikan kembali seseorang kepada kakak yang jauh lebih baik lagi dari itu yakinlah Tuhan itu Maha Adil, jangan sampai penyesalan menjadi akhir dari segalanya”.
Aku tertegun dengan semua ucapan-ucapan anak itu, itu seperti petuah-petuah buatku.
Berhari hari aku isi waktuku bersama anak itu, tapi belakangan ini aku tidak pernah lagi melihat dia yang kebiasaan menghabiskan waktu dan hari-harinya di taman sebelah rumahku. Aku mencoba menanyakan ke rumahnya, “Assalamu’alaikum….” aku mengetok pintu rumahnya.
ternyata yang membuka pintu itu adalah seorang pekerja rumah tangga di rumah itu. “Wa’alaikumslam… Cari siapa yah mba?”
“maaf apakah benar ini rumah Zahra mba?”
“ada apa yah cari non Zahra” dengan nampak raut muka binggung dan kaget.
“belakanagan ini saya tidak melihat dia duduk di bangku taman, padahal akhir-akhir ini saya selalu bersamanya”.
Lalu pembantu itu menceritakan semua tentang Zahra, Ternyata seorang anak remaja yang tangguh, kuat dan pahlawan bagiku dia Sudah menghadap Sang Ilahi 2 tahun yang lalu karena penyakitnya yang diidapnya tak kunjung pulih. Itu semua bagaikan mimpi panjang bagiku, tapi aku bingung rasanya aku seakan mengalaminya begitu nyata, tapi entahlah Allah itu Maha Segalanya mungkin dia memberikan jalan bagiku dengan cara yang seperti itu, yang menurutku tidak masuk akal, namun aku sungguh begitu Bersyukur padaMU Tuhan dengan semua nikmat dan rencana yang begitu agung nan indah.
Kini kehidupan yang aku jalani jauh lebih baik dari pada sebelumnya, aku sudah berumah tangga. Ternyata semua perkataan yang pernah diucapkan anak itu kepadaku benar adanya. Sekarang aku mempunyai seorang suami yang benar-benar tulus mencintaiku apa adanya.. Dan saya hidup bahagia dengan di karuniai seorang putri yang cantik dan kuat Seperti Alm. Zahra Nabila Ananda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar